Selasa, 30 Juni 2009

Iman Kepada Allah

 Di dalam sebuah hadits yang panjang, Jibril as. Pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: "Beritahukahlah kepadaku tentang iman.” Lalu Rasul saw. menjawab: ‘Iman itu adalah percaya kepada adanya Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasulrasul-Nya, hari kiamat, dan percaya kepada al qadar (takdir), baik dan buruknya berasal dari Allah.’ Jibril berkata: ‘Kamu benar.’ (HR. Muslim, Tirmidziy, Abu Dawud, dan an Nasaa-iy). 
 Dengan Al Quran, Allah telah membimbing manusia kepada jalan yang dapat membuat manusia memahami atau menyadari keberadaan Allah. Allah telah menyeru manusia dengan firman-Nya:
"Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apa yang dia ciptakan” [QS. Ath-Thaariq: 5]
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, dan langit dia ditinggikan, dan gunung bagaimana dia ditegakkan” [QS. Al-Ghaasyiah: 17-19]
 Dan Allah memerintahkan Rasulullah Saw. agar Beliau mengajak manusia memperhatikan hal itu dengan Firman-Nya:
"Maka berikanlah peringatan karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan” [QS. Al- Ghaasiyah: 21]
Beliau diminta untuk mendorong manusia agar melakukan perjalanan keliling dan memperhatikan apa yang ada di sekitarnya dengan firman Allah:
"Katakanlah: ‘Berjalan di (muka) bumi dan perhatikan bagaimana Allah menciptakan manusia dari permulaannya” [QS. Al-Ankabuut: 20]
Dengan jalan melihat dan memperhatikan seperti itu dengan menggunakan akalnya, maka manusia akan sampai kepada kesimpulan akan adanya bahwa terdapat pencipta bagi segala sesuatu. Hal ini disebabkan oleh karena sesungguhnya manusia tatkala melihat alam semesta, maka ia dapat melihat betapa alam semesta itu penuh keterbatasan (al mahduud) dan penuh keteraturan (al munazhzham) dalam bentuk yang apik. Sedangkan sesuatu yang mahduud dan munazhzham membutuhkan pihak yang membatasi dan mengatumya. Hal itu berarti bahwa ia merupakan makhluuq (ciptaan) dari Al Kholiq (Pencipta).
Demikian pula manusia dan kehidupan, maka ia akan mendapati bahwa keduanya memiliki keterbatasan pula. Manusia—sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya menurut jangkauan panca indra—kenyataannya bersifat terbatas, lemah dan butuh kepada yang lain. Umur dan ukuran tubuh manusia saja misalnya. ltupun terbukti terbatas. Manusia, di dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka ia membutuhkan kepada sesuatu yang lain (seperti makanan, air, dan udara). Dengan demikian, maka manusia juga merupakan mahluk dari Al Kholiq (Pencipta).
Dalam menentukan sifat Al Kholiq (Pencipta) ini hanya ada tiga kemungkinan. 
a. Pertama, Ia diciptakan oleh yang lain. Dengan pemikiran aqliyah yang jernih dan mendalam, akan dipahami bahwa kemungkinan ini adalah kemungkinan yang bathil (tidak dapat diterima oleh akal). Sebab apabila Ia diciptakan oleh yang lain maka Ia adalah makhluk dan bersifat terbatas, yaitu butuh kepada yang lain untuk mengadakannya.
b. Kedua, Ia menciptakan diri-Nya sendiri. Kemungkinan kedua ini pun bathil juga. Karena dengan demikian ia akan menjadi makhluk dan Khaliq pada saat yang bersamaan. Jelas ini tidak dapat diterima oleh akal.
c. Ketiga, Ia bersifat azali dan wajibul wujud dan mutlak keberadaannya. Setelah dua kemungkinan di atas dinyatakan bathil, maka hanya tinggal satu kemungkinan lagi dan hanya kemungkinan yang ketiga-lah yang shohih, yakni Al Kholiq itu tidak boleh tidak harus bersifat azali dan wajibul wujud serta mutlak adanya. Dialah Allah SWT.
“Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” [QS. Thaahaa: 14]
Iman kepada Allah akan tercapai melalui jalan akal. Sedangkan keimanan kepada sifat-sifat Allah dan asmaa-ul husna dapat dicapai melalui jalan naqli, yaitu wahyu Allah. Sifat-sifat Allah dan asmaa-ul. husna itu telah dijelaskan dalam Al Quran. Firman Allah: 
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Penguasa, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Pemberi Keamanan, Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, yang memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai nama-nama yang paling baik (asmaa ul husna). Bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (TQS. Al-Hasyr: 23-24).
Sumber: Mafahim BKLDK 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar